Rabu, 10 Agustus 2011

Rahasia Puasa

Dalam keadaan normal tubuh kita mendapatkan energi dan nutrisi dari luar tubuh melalui makanan, minuman dan radiasi. Ketika kita puasa disiang hari, dimana tidak ada asupan makan, aktifitas dan gerak kita akan membakar energi hingga habis.

Pertama-tama energi akan diperoleh dari glucosa hasil makan (sahur), setelah habis, energi diperoleh dari glicogen dalam darah. Bila kandungan glicogen berkurang, otak menyatakan lapar lalu menyuruh kita makan. Bila kita sedang berpuasa otak akan otomatis menghidupkan PROGRAM AUTOLISIS.

Semua makhluk hidup di bumi dibekali dengan sistem (fithrah) autolisis yang khas:
- Pohon berpuasa dengan menggugurkan daun
- Rumput dan biji berpuasa dengan berhenti tumbuh (dorman)
- Beruang berpuasa selama musim dingin
- Buaya berpuasa (aestivasi) selama musim panas
- Ikan paus dan burung berpuasa ketika bermigrasi
- Ikan salmon, pinguin, berpuasa ketika musim kawin
- Kuda, kucing, berpuasa ketika terserang penyakit hingga sembuh


Ketika autolisis diaktifkan, maka ia segera beraksi. Autolisis akan mencari database rancangan dasar (fithrah) manusia. Secara keseluruhan ada sekitar 50 trilyun sel penyusun tubuh yang terdiri dari sekitar 200 jenis sel. Berbekal data detail setiap sel autolisis menjelajah seluruh tubuh.

Autolisis mengerti bagaimana seharusnya kondisi sehat dari setiap jenis sel, dibagian tubuh mana seharusnya sel itu berada, dan berapa banyak jumlah dari tiap jenis sel yang ideal bagi tubuh.

Ia akan menghampiri sel-sel liar yang tidak terdapat dalam daftar fithrah, mengubah asam amino dan gula. Bila sel-sel liar habis, ia akan mendatangi timbunan lemak dalam tubuh dan membakar (oksidasi lemak) menjadi keton.

Dengan demikian Autolisis akan menghilangkan sel-sel rusak, sel sel mati, BENJOLAN hingga TUMOR serta timbunan lemak yang sering menjadi sarang zat beracun (baca:penyakit).

Sel-sel liar dan lemak yang telah dihancurkan akan dibawa ke Hati. Saat kita puasa, hati tidak disibukkan oleh hasil serapan dari Usus. Oleh karena itu hati akan bekerja penuh menyaring RACUN-RACUN hasil AUTOLISIS. Selanjutnya RACUN akan dibuang keluar tubuh. Disinilah proses DETOKSIFIKASI (pengeluaran racun/penyakit) terjadi.

Ketika berpuasa darah juga akan dipenuhi energi dan nutrisi yang sehat dan berkualitas tinggi, sehingga penggantian sel mati, perbaikan sel rusak, dan pembentukan sel baru, terjadi dengan kualitas prima.. Tubuh kita segera memiliki sel- sel baru dengan kualitas fithrah, sehat dan berfungsi baik kembali.

Ketika kita berpuasa, energi yang dihemat dari sistem pencernaan, akan digunakan untuk aktifitas sistem kekebalan tubuh dan proses berpikir oleh otak. Oleh karena itu dengan puasa penyakit lebih mudah disembuhkan dan kita lebih mudah menerima pelajaran maupun saat berpikir.

Namun dibalik semua itu, rahasia kemampuan autolisis terletak pada NIAT. Autolisis hanya akan aktif bila kadar glicogen darah berkurang dan otak menyimpulkan kita lapar dan harus makan namun kita berniat tidak makan alias BERPUASA. Autolisis tidak akan terjadi ketika tidak niat berpuasa. Inilah salah satu RAHASIA besar berpuasa...

Secara sederhana autolisis adalah sistem automatisasi dalam tubuh yang memformat ulang kondisi tubuh ke kondisi ideal.

Jika kita perhatikan uraian diatas, maka amat mengena sekali sabda Rasulullah SAW : Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mewajibkan puasa Romadhan dan aku telah mensunnahkan menegakkan shalatnya (terawih), maka barangsiapa berpuasa dan menegakkannya mengharapkan ridho Allah SWT maka keluar dari dosa-dosanya seperti hari ibunya melahirkannya. (HR. Imam Ahmad, Nasai , Ibnu Majh).

Mengapa Puasa Dibatasi Subuh sampai Maghrib?
Produksi Enzim oksidasi asam lemak dalam tubuh terbatas dan akan habis bila kita berpuasa 16 jam. Bila kita memaksakan diri berpuasa maka kadar asam lemak dalam darah meningkat sehingga menyebabkan otak kita membengkak, pusing bahkan bisa menyebabkan koma. Oleh karena itu makan sahurlah mendekati imsyak dan segeralah berbuka waktu masuk waktu maghrib. Jadi kurang lebih kita berpuasa 13 - 14 jam. Subhanallah, 1400 tahun lalu Rosulullah pernah mengajarkannya pada kita.

“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka dan melambatkan sahur.” (HR. Ahmad)

Sungguh..... Allah tidak butuh apa-apa dari makhluk, tetapi Allah memberi petunjuk pada Makhluk agar kehidupan makhluk penuh dengan NIKMAT

Minggu, 07 Agustus 2011

Nifas setelah Kiret-Kiret

Kuret (pembersihan rahim) biasanya dilakukan untuk memastikan tidak ada yang
tertinggal yang dapat mengakibatkan infeksi di kemudian hari serta merusak
kesuburan wanita itu nantinya.

Kuret dilakukan apabila terjadi keguguran pada seorang wanita, sedangkan
arti Keguguran adalah ; persalinan prematur janin sebelum si janin mampu
hidup sendiri. Sebagian besar keguguran terjadi pada kehamilan dini, selama
tiga bulan pertama. Ada yang malah terjadi sangat dini sehingga yang
bersangkutan tidak mengetahui bahwa ia sedang mengandung.

Salah satu tanda keguguran dalam masa tiga bulan pertama kehamilan biasanya
adalah adanya sedikit perdarahan, seperti pada awal haid. Tanda tersebut
akan berlangsung beberapa hari, bila perdarahan tersebut semakin hebat atau
kejang yang hebat muncul, biasanya ini merupakan abortus yang tidak dapat
dihindari.

Terkadang keguguran muncul setelah tiga bulan pertama kehamilan, dan mungkin
berlangsung secara tiba-tiba tanpa ada gejala perdarahan maupun rasa sakit
yang hebat.

Dalam masalah keguguran, para ulama telah banyak menjelaskan hukum-hukumnya,
dan insya Allah saya akan salinkan beberapa diantaranya yang diambil dari
kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah (Fatwa-Fatwa Tentang
Wanita).

HUKUM DARAH YANG MENYERTAI KEGUGURAN PREMATUR SEBELUM SEMPURNANYA BENTUK
JANIN DAN SETELAH SEMPURNANYA JANIN.


Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Di antara para wanita hamil terkadang
ada yang mengalami keguguran, ada yang janinnya telah sempurna bentuknya dan
ada pula yang belum berbentuk, saya harap Anda dapat menerangkan tentang
shalat pada kedua kondisi ini ?

Jawaban.
Jika seorang wanita melahirkan janin yang telah berbentuk manusia, yaitu ada
tangannya, kakinya dan kepalanya, maka dia itu dalam keadaan nifas, berlaku
baginya ketetapan-ketetapan hukum nifas, yaitu tidak berpuasa, tidak
melakukan shalat dan tidak dibolehkan bagi suaminya untuk menyetubuhinya
hingga ia menjadi suci atau mencapai empat puluh hari, dan jika ia telah
mendapatkan kesuciannya dengan tidak mengeluarkan darah sebelum mencapai
empat puluh hari maka wajib baginya untuk mandi kemudian shalat dan berpuasa
jika di bulan Ramadhan dan bagi suaminya dibolehkan untuk menyetubuhinya,
tidak ada batasan minimal pada masa nifas seorang wanita, jika seorang
wanita telah suci dengan tidak mengeluarkan darah setelah sepuluh hari dari
kelahiran atau kurang dari sepuluh hari atau lebih dari sepuluh hari, maka
wajib baginya untuk mandi kemudian setelah itu ia dikenakan ketetapan hukum
sebagaimana wanita suci lainnya sebagaimana disebutkan diatas, dan darah
yang keluar setelah empat puluh hari ini adalah darah rusak (darah
penyakit), jadi ia tetap diwajibkan untuk berpuasa, sebab darah yang
dikelurkan itu termasuk ke dalam katagori darah istihadhah, hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Fatimah
binti Abu Hubaisy, yang mana saat itu ia 'mustahadhah' (mengeluarkan darah
istihadhah) : "Berwudhulah engkau setiap kali waktu shalat". Dan jika
terhentinya darah nifas itu diteruskan oleh mengalirnya darah haidh setelah
empat puluh hari, maka wanita itu dikenakan hukum haidh, yaitu tidak
dibolehkan baginya berpuasa, melaksanakan shalat hingga habis masa haidh
itu, dan diharamkan bagi suaminya menyetubuhinya pada masa itu.

Sedangkan jika yang dilahirkan wanita itu janin yang belum berbentuk manusia
melainkan segumpal daging saja yang tidak memiliki bentuk atau hanya
segumpal darah saja, maka pada saat itu wanita tersebut dikenakan hukum
mustahadhah, yaitu hukum wanita yang mengeluarkan darah istihadhah, bukan
hukum wanita yang sedang nifas dan juga bukan hukum wanita haidh. Untuk itu
wajib baginya melaksanakan shalat serta berpuasa di bulan Ramadhan dan
dibolehkan bagi suaminya untuk menyetubuhinya, dan hendaknya ia berwudhu
setiap akan melaksanakan shalat serta mewaspadainya keluarnya darah dengan
menggunakan kapas atau sejenisnya sebagaimana layaknya yang dilakukan wanita
yang msutahadhah, dan dibolehkan baginya untuk menjama' dua shalat, yaitu
Zhuhur dengan Ashar dan Maghrib dengan Isya'. Dan disyariatkan pula baginya
mandi untuk kedua gabungan shalat dan shalat Shubuh berdasarkan hadits
Hammah bintu Zahsy yang menetapkan hal itu, karena wanita yang seperti ini
dikenakan hukum mustahadhah menurut para ulama. [Kitab Fatawa Ad-Da'wah,
Syaikh Ibnu Baaz, 2/75]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah edisi
Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-1, hal 75-76, Darul Haq]

Jumat, 05 Agustus 2011

Shalat Tarawih

Shalat tarawih adalah shalat yang hukumnya sunnah berdasarkan kesepakatan para ulama. Shalat tarawih merupakan shalat malam atau di luar Ramadhan disebut dengan shalat tahajud. Shalat malam merupakan ibadah yang utama di bulan Ramadhan untuk mendekatkan diri pada Allah Ta’ala. Ibnu Rajab rahimahullah dalam Lathoif Al Ma’arif berkata, “Ketahuilah bahwa seorang mukmin di bulan Ramadhan memiliki dua jihadun nafs (jihad pada jiwa) yaitu jihad di siang hari dengan puasa dan jihad di malam hari dengan shalat malam. Barangsiapa yang menggabungkan dua ibadah ini, maka ia akan mendapati pahala yang tak hingga.”


Keutamaan Shalat Tarawih


Pertama: Shalat tarawih mengampuni dosa yang telah lewat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ


Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759). Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh Imam Nawawi (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6:39). Hadits ini memberitahukan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat dilakukan karena iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya (Lihat Fathul Bari, 4:251). Imam Nawawi menjelaskan, “Yang sudah ma’ruf di kalangan fuqoha bahwa pengampunan dosa yang dimaksudkan di sini adalah dosa kecil, bukan dosa besar. Dan mungkin saja dosa besar ikut terampuni jika seseorang benar-benar menjauhi dosa kecil.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6:40).



Lebih Semangat di Akhir Ramadhan


Selayaknya bagi setiap mukmin untuk terus semangat dalam beribahadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan lebih dari lainnya. Di sepuluh hari terakhir tersebut terdapat lailatul qadar. Allah Ta’ala berfirman,


لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ


Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al Qadar: 3). Telah terdapat keutamaan yang besar bagi orang yang menghidupkan malam tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ


Barangsiapa melaksanakan shalat pada lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)



Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlihat lebih rajin di akhir Ramadhan lebih dari hari-hari lainnya, sebagaimana disebutkan dalam hadits,


كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim no. 1175)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi contoh dengan memperbanyak ibadahnya saat sepuluh hari terakhir Ramadhan. Untuk maksud tersebut beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai menjauhi istri-istri beliau dari berhubungan intim. Beliau pun tidak lupa mendorong keluarganya dengan membangunkan mereka untuk melakukan ketaatan pada malam sepuluh hari terakhir Ramadhan. ‘Aisyah mengatakan,


كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ



Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174). Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Disunnahkan untuk memperbanyak ibadah di akhir Ramadhan dan disunnahkan pula untuk menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8:71)


Semangat Tarawih Berjama’ah


Sudah sepantasnya setiap muslim mendirikan shalat tarawih tersebut secara berjama’ah dan terus melaksanakannya hingga imam salam. Karena siapa saja yang shalat tarawih hingga imam selesai, ia akan mendapat pahala shalat semalam penuh. Padahal ia hanya sebentar saja mendirikan shalat di waktu malam. Sungguh inilah karunia besar dari Allah Ta’ala. Dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ



Barangsiapa yang shalat bersama imam hingga imam selesai, maka ia dicatat seperti melakukan shalat semalam penuh.” (HR. Tirmidzi no. 806, shahih menurut Syaikh Al Albani)


Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama sepakat bahwa shalat tarawih itu sunnah. Namun mereka berselisih pendapat apakah shalat tarawih itu afdhol dilaksanakan sendirian atau berjama’ah di masjid. Imam Syafi’i dan mayoritas ulama Syafi’iyah, juga Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah berpendapat bahwa yang afdhol adalah shalat tarawih dilakukan secara berjama’ah sebagaimana dilakukan oleh ‘Umar bin Al Khottob dan sahabat radhiyallahu ‘anhum. Kaum muslimin pun terus ikut melaksanakannya seperti itu.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6:39).


11 ataukah 23 Raka’at?



Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan), termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan dengan jumlah raka’at yang banyak.” (At Tamhid, 21/70). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,


صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى


“Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.” (HR. Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749). Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya.


Al Baaji rahimahullah mengatakan, “Boleh jadi ‘Umar memerintahkan para sahabat untuk melaksanakan shalat malam sebanyak 11 raka’at. Namun beliau memerintahkan seperti ini di mana bacaan tiap raka’at begitu panjang, yaitu imam sampai membaca 200 ayat dalam satu raka’at. Karena bacaan yang panjang dalam shalat adalah shalat yang lebih afdhol. Ketika manusia semakin lemah, ‘Umar kemudian memerintahkan para sahabat untuk melaksanakan shalat sebanyak 23 raka’at, yaitu dengan raka’at yang ringan-ringan. Dari sini mereka bisa mendapat sebagian keutamaan dengan menambah jumlah raka’at.” (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 27/142)


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Semua jumlah raka’at di atas (dengan 11, 23 raka’at atau lebih dari itu, -pen) boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang lebih utama adalah melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para jama’ah. Kalau jama’ah kemungkinan senang dengan raka’at-raka’at yang panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10 raka’at ditambah dengan witir 3 raka’at, sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik. Namun apabila para jama’ah tidak mampu melaksanakan raka’at-raka’at yang panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka’at itulah yang lebih utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak ulama. Shalat malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara jumlah raka’at shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun seseorang melaksanakan shalat malam dengan 40 raka’at atau lebih, itu juga diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh sedikit pun. Bahkan para ulama juga telah menegaskan dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama lainnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka’at, maka sungguh dia telah keliru.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)



Tuntunan Lain Shalat Tarawih


Shalat tarawih lebih afdhol dilakukan dua raka’at salam, dua raka’at salam. Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Shalat malam adalah dua raka’at dua raka’at.” (HR. Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749). Ulama besar Syafi’iyah, An Nawawi ketika menjelaskan hadits “shalat sunnah malam dan siang itu dua raka’at, dua raka’at”, beliau rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud hadits ini adalah bahwa yang lebih afdhol adalah mengerjakan shalat dengan setiap dua raka’at salam baik dalam shalat sunnah di malam atau siang hari. Di sini disunnahkan untuk salam setiap dua raka’at. Namun jika menggabungkan seluruh raka’at yang ada dengan sekali salam atau mengerjakan shalat sunnah dengan satu raka’at saja, maka itu dibolehkan menurut kami.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6:30)


Para ulama sepakat tentang disyariatkannya istirahat setiap melaksanakan shalat tarawih empat raka’at. Inilah yang sudah turun temurun dilakukan oleh para salaf. Namun tidak mengapa kalau tidak istirahat ketika itu. Dan juga tidak disyariatkan untuk membaca do’a tertentu ketika istirahat. (Lihat Al Inshof, 3/117)


Tidak ada riwayat mengenai bacaan surat tertentu dalam shalat tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, surat yang dibaca boleh berbeda-beda sesuai dengan keadaan. Imam dianjurkan membaca bacaan surat yang tidak sampai membuat jama’ah bubar meninggalkan shalat. Seandainya jama’ah senang dengan bacaan surat yang panjang-panjang, maka itu lebih baik. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1:420)


Menutup Shalat Malam dengan Witir


Shalat witir adalah shalat yang dilakukan dengan jumlah raka’at ganjil (1, 3, 5, 7 atau 9 raka’at). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,



اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرً


Jadikanlah akhir shalat malam kalian adalah shalat witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751). Jika shalat witir dilakukan dengan tiga raka’at, maka dapat dilakukan dengan dua cara: (1) tiga raka’at, sekali salam [HR. Al Baihaqi], (2) mengerjakan dua raka’at terlebih dahulu kemudian salam, lalu ditambah satu raka’at kemudian salam [HR. Ahmad 6:83].


Dituntunkan pula ketika witir untuk membaca do’a qunut. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah ditanya, ” Apa hukum membaca do’a qunut setiap malam ketika (shalat sunnah) witir?” Jawaban beliau rahimahullah, “Tidak masalah mengenai hal ini. Do’a qunut (witir) adalah sesuatu yang disunnahkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun biasa membaca qunut tersebut. Beliau pun pernah mengajari (cucu beliau) Al Hasan beberapa kalimat qunut untuk shalat witir (Allahummahdiini fiiman hadait, wa’aafini fiiman ‘afait, watawallanii fiiman tawallait, wabaarik lii fiima a’thait, waqinii syarrama qadlait, fainnaka taqdhi walaa yuqdho ‘alaik, wainnahu laa yadzillu man waalait, tabaarakta rabbana wata’aalait, -pen) [HR. Abu Daud no. 1425, An Nasai no. 1745, At Tirmidzi no. 464, shahih kata Syaikh Al Albani]. Ini termasuk hal yang disunnahkan. Jika engkau merutinkan membacanya setiap malamnya, maka itu tidak mengapa. Begitu pula jika engkau meninggalkannya suatu waktu sehingga orang-orang tidak menyangkanya wajib, maka itu juga tidak mengapa. Jika imam meninggalkan membaca do’a qunut suatu waktu dengan tujuan untuk mengajarkan manusia bahwa hal ini tidak wajib, maka itu juga tidak mengapa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengajarkan do’a qunut pada cucunya Al Hasan, beliau tidak mengatakan padanya: “Bacalah do’a qunut tersebut pada sebagian waktu saja”. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa membaca qunut witir terus menerus adalah sesuatu yang dibolehkan. (Fatawa Nur ‘alad Darb, 2:1062)



Setelah witir dituntunkan membaca, “Subhaanal malikil qudduus”, sebanyak tiga kali dan mengeraskan suara pada bacaan ketiga (HR. An Nasai no. 1732 dan Ahmad 3/406, shahih menurut Syaikh Al Albani). Juga bisa membaca bacaan “Allahumma inni a’udzu bika bi ridhooka min sakhotik wa bi mu’afaatika min ‘uqubatik, wa a’udzu bika minka laa uh-shi tsanaa-an ‘alaik, anta kamaa atsnaita ‘ala nafsik” [Ya Allah, aku berlindung dengan keridhoan-Mu dari kemarahan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari hukuman-Mu dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana yang Engkau sanjukan kepada diri-Mu sendiri] (HR. Abu Daud no. 1427, Tirmidzi no. 3566, An Nasai no. 1100 dan Ibnu Majah no. 1179, shahih kata Syaikh Al Albani)


Kekeliruan Seputar Shalat Tarawih


Berikut beberapa kekeliruan saat pelaksanaan shalat tarawih berjama’ah dan tidak ada dasarnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.


1. Dzikir berjama’ah di antara sela-sela shalat tarawih. Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz berkata, “Tidak diperbolehkan para jama’ah membaca dzikir secara berjama’ah. Akan tetapi yang tepat adalah setiap orang membaca dzikir sendiri-sendiri tanpa dikomandai oleh yang lain. Karena dzikir secara berjama’ah (bersama-sama) adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam yang suci ini”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 11:190)



2. Melafazhkan niat selepas shalat tarawih. Imam Nawawi berkata, “Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dan pendapat ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” (Rowdhotuth Tholibin, 1:268).


3. Memanggil jama’ah dengan ‘ash sholaatul jaami’ah’. Tidak ada tuntunan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan ‘ash sholaatul jaami’ah’. Ini termasuk perkara yang diada-adakan (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 27:140).


4. Mengkhususkan dzikir atau do’a tertentu antara sela-sela duduk shalat tarawih, apalagi dibaca secara berjama’ah. Karena ini jelas tidak ada tuntunannya (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 27:144).



Semoga Allah memberikan kita kekuatan dan keistiqomahan untuk menghidupkan malam-malam kita dengan shalat tarawih. Wallahu waliyyut taufiq.


Panggang-Gunung Kidul, 28 Sya’ban 1432 H (30/07/2011)

Rabu, 03 Agustus 2011

Sahur

HIKMAH MAKAN SAHUR
Disalin dari: Meneladani Shaum Rasulullah
Oleh: Syaikh Salim bin Ied Al Hilali dan Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
KELUARGA BESAR YAYASAN AL-KAHFI HIDAYATULLAH SURAKARTA MENGUCAPKAN "SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH SHAUM RAMADHAN 1432 H" Semoga Ramadhan kali ini menjadi membawa kebaikan yang banyak.
1. Hikmah Sahur
Allah telah mewajibkan kita semua berpuasa sebagaimana Ia telah mewajibkan kepada orang2 sebelum kita dari kalangan Ahlul Kitab, seperti dalam firmanNya: "Hai orang2 yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang2 sebelum kamu, agar kamu bertakwa." [Al Baqarah: 183]

Pada awalnya, hukum puasa adalah sama dengan apa yang ditetapkan bagi Ahlul kitab, yaitu tidal makan, minum, dan berhubungan badan setelah tidur (diwaktu malam). Artinya jika salah seorang diantara mereka tidur, maka dia tidak makan sampai malam berikutnya.

Dan setelah di nasakh, Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam memerintahkan untuk sahur sebagai upaya untuk membedakan antara puasa kita dgn puasa Ahlul Kitab. Dari Amr' bin al 'Ash Radhiallahu'anhu, Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Perbedaan antara puasa kita dengan puasa Ahlul kitab terletak pada makan sahur." [1]

2. Keutamaan Sahur
- Sahur adalah berkah
Dari Salman Radhiallahu'anhu, Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Berkah itu terdapat pada 3 hal, jama'ah, sayur, dan makan sahur." [2]

Dari Abu Hurairah Radhiallahu'anhu, Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah telah memberikan berkah melalui sahur dan takaran." [3]

Dari 'Abdullah bin Harits, dari seorang shahabat Nabi Shalallahu'alaihi wa sallam, dia bercerita: "Aku pernah masuk menemui Nabi Shalallahu'alaihi wa sallam, sedang beliau tengah sahur seraya berucap: 'Sesungguhnya sahur itu berkah yang diberikan oleh Allah kepada kalian, karenannya janganlah kalian meninggalkannya.' " [4]

Rasulullah menyebut sahur sebagai al ghadaa' al mubaarak (makanan penuh berkah), sebagaimana disebutkan dalam dua hadist al 'irbadh bin Sariyah dan Abu Darda' Radhiallahu'anhumaa: "Mari makan al gadhaa' al mubaarak (makanan penuh berkah) yakni sahur." [5]

- Allah dan para malaikatNya bershalawat kpd org2 yg mkn sahur
Berkah sahur yang paling agung adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah melimpahkan ampunan kepada org2 yang makan sahur serta menuangkan rahmatNya kpd mereka. Malaikat juga memohonkan ampunan bagi mereka seraya berdo'a agar Dia memberikan maaf kepada mereka, agar mereka termasuk org2 yang dibebaskan dari api neraka.

Dari Abu Sa'id Al Kudri Radhiallahu'anhu, Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Sahur adalah makanan penuh berkah. Oleh karena itu janganlah kalian meninggalkannya sekalipun salah seorang dari kalian hanya minum seteguk air karena sesungguhnya Allah dan para malaikatNya bershalawat kepada org2 yang makan sahur." [6]

Sebaik2 mkn sahur oarng mukmin adalah kurma, Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Sebaik2 makan sahur oarng mukmin adalah kurma." [6]

3. Mengakhirkan waktu sahur
Dari Anas Radhiallahu'anhu, dari Zaid bin Tsabit Radhiallahu'anhu, bahwasannya ia pernah berkata: "Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam. Setelah itu beliau langsung berangkat shalat." Kutanyakan: "Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?", dia menjawab: "Kira2 sama seperti bacaan 50 ayat." [7]

4. Hukum sahur
Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa hendak berpuasa, maka hendaklah ia makan sahur dengan sesuatu." [8]

Beliau juga bersabda: "Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah." [9]

Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam juga melarang untuk meninggalkannya seperti telah disebutkan pada hadist diatas .

Sehingga dapat di rangkum bahwa perintah makan sahur dari Rasulullah Shalallahu'alaihi wa sallam ini bersifat penekanan sekaligus anjuran, dilihat dari 3 sisi:
- Hal tsb memang diperintahkan
- Sahur sbg syi'ar puasa kaum Muslimin sekaligus sebagai pembeda puasa mereka dgn puasa pemeluk agama lain
- Larangan untuk meninggalkannya

[1] HR Muslim no. 1096
[2] HR At Tabrani, sanad hadist ini hasan
[3] HR Asy Syirazi, hadist ini hasan
[4] HR An Nasa'i, sanadnya sahih
[5] HR Ahmad, Abu Dawud, dan An Nasa'i, sanadnya shahih
[6] HR Abu Dawud, Ibnu Majah, An Nasa'i, sanadnya sahih
[7] HR Bukhori dan Muslim
[8] HR Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, Abu Ya'la, dan Al Bazzar
[9] HR Bukhori dan Muslim

SALURKAN ZAKAT, INFAQ, SHODAQOH ANDA MELALUI YAYASAN AL-KAHFI HIDAYATULLAH SURAKARTA
Layanan Jemput Zakat :
Anwar Susanto 0856 421 420 89
Ratun Sulaiman Rodi 0271-2032226
Via Rekening :
BNI : 0214692840
BMI : 521.000.1415
BPD : 2-002-12352-7
BTN : 10122-01-57-003253-1 (batara pos)

Senin, 01 Agustus 2011

Tips Ramadhan

KELUARGA BESAR YAYASAN AL-KAHFI HIDAYATULLAH SURAKARTA MENGUCAPKAN "SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH SHAUM RAMADHAN 1432 H" Semoga Ramadhan kali ini menjadi membawa kebaikan yang banyak.
Berlomba Mengisi Bulan Ramadhan dengan Amalan yang Shalih

Alhamdulillaah, kalimat yang selalu kita ucapkan sebagai rasa syukur kita kepada Allah subhaanahu wa ta'ala. Karena nikmat Allah memang sangat luas tak terbatas. Dan tak cukup hanya dengan mengucapkan alhamdulillah saja, rasa syukur kita harus kita wujudkan dengan amal ibadah sebagai peningkatan diri kita kepada Allah subhanahu wa ta'ala…
Kaum Muslimin Muslimat rahimakumulloh…
Bulan Ramadhan datang menemui kita. Tamu agung yang selalu disambut hangat nan penuh kesyahduan ada di depan kita. Tamu mulia yang penuh barakah dan ampunan dari Allah 'azza wa jalla. Bulan ini harus kita isi dengan rangkaian amalan yang shalih sesuai dengan Al Quran dan sunnah Rasulullah shollallohu 'alaihi wa sallam.
Puasa memberikan makna yang sangat berarti bagi kita semua. Bukan hanya menahan lapar dan haus saja. Bukan hanya menahan nafsu syahwati saja. Tetapi lebih dari itu. Ikatan persaudaraan sesama muslim, atau lebih kita kenal dengan ukhuwwah Islamiyyah kita akan lebih terasa. Shalat berjama'ah, shalat Tarawih, buka puasa, dan banyak sekali hikmahnya. Diantaranya kita bisa merasakan betapa besar nikmat Allah, seiring dengan berjalannya ibadah puasa, kita semakin mengerti bahwa kelaparan yang dirasakan orang yang fakir miskin akan semakin menjadikan rasa syukur kita harus ditingkatkan. Dan banyak sekali hikmah yang kita ambil. Ya, kita akan menggali hikmah yang banyak di bulan Ramadhan ini…
Marilah mengisi dengan memperbanyak ibadah yang shalih…
Bulan Ramadhan adalah bulan tarbiyyah. Bulan Pendidikan. Bulan yang mendidik kita bagaimana agar lebih bagus ibadahnya, lebih banyak beramalnya, lebih mendalam rasa syukur kita.
Diantara amalan yang kita bisa meningkatkannya di bulan Ramadhan adalah :
1. Melaksanakan Sahur
Sahur adalah : makan yang dilakukan sebelum mengawali puasa. Dilaksanakan sebelum terbit Fajar. Rasululloh shollallohu 'alaihi wa sallam menyuruh kita melaksanakan makan sahur ini karena di dalam sahur itu terdapat barokah. Maka usahakanlah kita bisa melaksanakan sahur karena selain berbarokah, dengan makan sahur akan menambah kekuatan fisik tubuh kita.insyaAllah.
2. Menyegerakan Berbuka Puasa jika telah datang waktunya.
Ada hikmah yang sangat bagus kita ambil pelajarannya, Mengapa kita disunnahkan bersegera berbuka jika telah datang waktunya. Ya. Islam memberikan ajaran yang sempurna dan penuh hikmah. Bukan menunda – nunda berbuka, tapi bersegera berbuka. Itu yang kita lakukan.
3. Melaksanakan shalat Tarawih
Shalat Tarawih memiliki makna yang sangat bagus. Kualitas ibadah kita di dalam melaksanakan Tarawih ini akan mendidik kita semua, terutama di dalam keistiqomahan kita. Maka marilah kita jaga agar Tarawih kita tetap terus berjalam berjama'ah dari awal Ramadhan hingga akhirnya.
4. Mengupayakan diri untuk memperbanyak amalan shalih, seperti : membaca Al Quran, shalat Dzuha, shalat Rawatib.
Amalah sunnah yang lain sama seperti hari – hari lainnya. Seperti shalat sunnah Fajar, shalat dzuha, Tahiyyatrul Masjid, Rawatib, dan ibadah lainnya memang harus kita tingkatkan.
5. Memberi makan orang yang berbuka puasa.
Amalan yang ringan ini, selain berpahala tapi juga memiliki hikmah yang besar. Maka jika kita memiliki kelebihan harta ataupun menyediakan makanan, alangkah baiknya kita memberi sadaqah ataupun makanan untuk membatalkan puasa ini kepada orang yang membutuhkannya. Seperti faqir miskin dan orang – orang yang membutuhkannya.
6. Melaksanakan I'tikaf ( berdiam diri di dalam masjid, bermunajat dan berdzikir kepada Allah subhanahu wa ta'ala ).
I'tikaf adalah : berdiam diri di dalam masjid, bermunajat dan berdzikir kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Dengan ketentuan yang sesuai syari'at Ilsam berdasarkan Al Quran dan Sunnah Rasululllah shollalohu 'alaihi wa sallam, maka kita akan mendapatkan banyak pahala dan ridho dari Allah.
Marilah kita bersama – sama meningkatkan kualitas ibadah kita. Di bulan yang penuh barokah ini, marilah kita bersama – sama saling berlomba menuju kerido'an Allah subhanahu wa ta'ala.
Semoga Allah 'azza wa jalla memberikan kemudahan bagi kita agar bisa mengisi bulan Ramadhan ini dengan amalan yang shalih. Bersama – sama kita menjaga keistiqomahan kita, beramal yang shalih, dan meningkatkan kualitas ibadah kita. Sehingga sejak awal Ramadhan kita hingga akhir Ramadhan dan bahkan hingga waktu berikutnya kita selalu berusaha menjaga keistiqomahan kita semua.
Billaahit taufiq wal hidayah

SALURKAN ZAKAT, INFAQ, SHODAQOH ANDA MELALUI YAYASAN AL-KAHFI HIDAYATULLAH SURAKARTA
Layanan Jemput Zakat :
Anwar Susanto 0856 421 420 89
Ratun Sulaiman Rodi 0271-2032226
Via Rekening :
BNI : 0214692840
BMI : 521.000.1415
BPD : 2-002-12352-7
BTN : 10122-01-57-003253-1 (batara pos)