Senin, 18 Maret 2013

Santri belajar bercocok tanam

Tulisan ini diambil dari tulisan Ibu Erma Pawitasari, yang menjawab keluhan seorang ibu di Bengkulu yang berkonsultasi tentang pendidikan yang harus dipilih untuk putra putrinya.

1. Tujuan Orang tua

Yang pertama harus diluruskan adalah tujuan kita, orang tua dalam mendidik anak-anak. Secara umum, orang tua Muslim di Indonesia bisa dikategorikan dalam 3 kelompok:
  • Muslim KTP: Mereka adalah orang tua yang memaknai “kesuksesan” anak-anaknya sebagai sukses secara duniawi (pendidikan agama sekedarnya/ikut-ikutan saja). Memang ada kalanya, anak-anaknya alhamdulillah tetap/kembali ke jalan yang lurus, tetapi itu bukan lantaran jalur pendidikan yang disiapkan orang tuanya.
  • Muslim Sekuler: Mereka adalah orang tua yang hatinya terbelah, antara ingin kesuksesan duniawi dan kesuksesan ukhrawi (akhirat). Kedua keinginan tersebut sama kuat dan mereka tidak bisa mempriotaskan salah satunya.

    Walhasil, anak-anaknya di dorong untuk rajin ibadah ritual, tetapi dalam urusan duniawinya agama tidak lagi berperan. Contoh yang pernah yang saya angkat adalah orang tua yang bangga anaknya menjadi direktur utama sebuah bank ribawi karena tetap rajin sholat, pergi haji, dan membawa ayah bundanya berhaji.
  • Muslim Sejati: Mereka yang menjadikan akhirat sebagai satu-satunya tujuan, baik bagi dirinya sendiri maupun anak-anaknya. Bagi mereka, dunia hanyalah sarana menuju akhirat.

    Mereka mengajarakan kepada anak-anaknya bahwa kesuksesan di dunia tidak lain hanyalah hasil dari ketaatan kepada Allah SWT. Orang tua Muslim sejati tidak akan mengirimkan anak-anaknya ke sekolah yang masih tercampuri ajaran-ajaran menyimpang, seperti teori Asal Mula Alam Semesta yang menafikan peran Allah, dongeng-dongeng syirik, pluralisme dengan doktrin semua agama sama & demokrasi dengan doktrin semua manusia sama (baik terpelajar maupun kriminal) sehingga kebenaran bisa ditentukan oleh suara terbanyak.

    Anak-anak yang diinginkan oleh orang tua Muslim sejati adalah anak-anak yang tidak pernah bimbang untuk memprioritaskan Allah di atas segalanya.


2. Kemampuan Orang Tua


وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلاَّ وُسْعَهَا لاَ تُضَآرَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلاَ مَوْلُودٌ لَّهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالاً عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُواْ أَوْلاَدَكُمْ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ آتَيْتُم بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ


“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.

Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.

Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al Baqarah (2) : 233)

Demikian halnya dengan pendidikan anak, maka orang tua harus melihat kemampuannya baik secara fisik maupun finansial. Orang tua yang tidak mampu secara fisik, tidak wajib mendidik sendiri anak-anaknya dan boleh menyerahkan pendidikannya kepada guru yang dianggap terbaik dari yang ada, sebagaimana bolehnya menyerahkan bayinya untuk disusui oleh wanita lain.

Orang tua yang tidak mampu secara finansial tidak boleh memaksakan diri untuk mengirim anak-anaknya ke sekolah mahal.

3. Kurikulum Sekolah

Orang tua harus memilih sekolah yang kurikulumnya didesain untuk mempelajari apa-apa yang diperintahkan Allah dan mengarahkan para pelajarnya untuk mencintai dan mentaati Allah dan RasulNya.

Ibnu Taimiyah lebih menspesifikan lagi bahwa kurikulum seharusnya mengajarkan hikmah ilahiyah, baik dalam ilmu-ilmu ibadah maupun ilmu-ilmu umum. Ilmu agama yang diajarkan hanya sebatas penghafalan tanpa pemahaman tidak akan memberikan manfaat.

Sedangkan dalam mempelajari ilmu-ilmu umum hendaklah dimulai dengan Al Qur’an dan Hadits serta penjabarannya terkait ilmu yang dipelajari agar anak didik bisa mendapatkan hikmah ilahiyah dan berperilaku sesuai ajaran Islam.

4. Pemilihan Guru

Orang tua harus memperhatikan guru yang dipilih (baik oleh dirinya sendiri maupun oleh sekolah) untuk mengajar anak-anaknya. Seorang guru yang baik adalah guru yang mempraktekkan ajaran Islam dalam kesehariannya, haus ilmu, tidak suka memaksa, dan bahu membahu dengan orang tua murid melalui komunikasi yang berkesinambungan.

Sebelum memasukkan anaknya ke sebuah sekolah, orang tua berhak untuk melihat CV/resume tiap-tiap guru yang dipekerjakan oleh sekolah untuk memastikan bahwa sekolah tidak sembarangan dalam merekrut tenaga pendidik.

Salah dalam memilih guru bisa menjerumuskan anak-anak kita dalam kesesatan dan hal-hal yang dimurkai Allah SWT. Apabila orang tua mendapati pihak sekolah mempekerjakan guru yang tidak memenuhi syarat, maka orang tua berhak mengajukan keberatannya.

Demikian beberapa rambu-rambu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang terbatas ini. Silahkan Ibu Inong datang dan mempelajari sekolah-sekolah yang dilirik untuk mencari sekolah yang terbaik bagi pendidikan putera ibu.


Erma Pawitasari

Pakar Pendidikan
                                                                                                                                                                 
Suara Islam Edisi 79, Tanggal 4-18 Desember 2009 M/17 Dzulhijjah 1430 H-1 Muharram 1431 H, Hal 19