Hari ini adalah tanggal 26 Rajab atau ada yang mengatakan 27 Rajab 1435 Hijriyah. Berarti kurang lebih satu bulan 2 hari lagi bulan Ramdahan akan tiba. Tidak terasa ternyata waktu berlalu dengan cepat. banyak upaya manusia yang dilakukan untuk menyambutnya. Mulai dari yang syar'i dan ada pula yang tidak syar'i. Terlepas dari perbedaan tersebut sebenarnya maksudnya adalah ingin menyambut Ramadhan dan bahagia dengan datangnya bulan penuh berkat tersebut. Namun sebaiknya dalam menyambut kedatangan bulan suci ini jangan dimulai dengan perkara-perkara syubhat atau perkara-perkara yang tidak dicontohkan dan diperintahkan oleh Rasulullah.
Menyambut Bulan Ramadhan
Awal dan akhir Ramadhan sering kali berbeda dalam menentukannya. seperti tahun ini NU dan Muhammadiyah Jauh hari sudah mengumumkan permulaan dan akhir Ramadhan 1435 H. Muhammadiyah sudah menetapkan sebagai berikut (kutipan dari http://www.dakwatuna.com/2014/04/29/50532/muhammadiyah-awal-ramadhan-1435-h-jatuh-pada-tanggal-27-juni-2014-m/#axzz32p7QgSrj) "
dakwatuna.com – Pengurus Pusat Muhammadiyah
menetapkan awal Ramadhan jatuh pada hari Jumat 27 Juni 2014. Penentuan
ini berdasarkan pada perhitungan ilmiah.
“27 Juni menurut
Muhammadiyah adalah awal malam pertama Ramadhan,” kata ketua PP
Muhammadiyah Din Syamsuddin di gedung PP Muhammadiyah, Jl Menteng Raya,
Jakarta, Selasa (29/4/2014), sebagaimana dilansir
detikcom.
Hal
tersebut disampaikan Din dalam acara diskusi bertajuk ‘Astrofotografi
sebagai Rukyat Bil ‘ilmi untuk membahas penghitungan awal bulan secara
ilmiah’. Diskusi ini mendatangkan ahli astronomi dari Perancis Thierry
Legault. Thierry menggunkan teropong dan teknologi digital teranyar
untuk mengamati posisi bulan dan benda-benda langit lainnya.
Menurut
Muhammadiyah, konjungsi atau dalam istilah bahasa Arabnya adalah
ijtima’ dijadikan landasan untuk menentukan awal bulan termasuk
permulaan Ramadhan. Thierry mengatakan dari perhitungan melalui teropong
dengan melihat posisi bulan, matahari dan bumi maka konjungsi akan
terjadi pada 27 Juni 2014 pukul 15.10 WIB.
Sementara itu, Din juga
menyampaikan hal ini mungkin akan bisa berbeda dengan perhitungan
menurut NU dan pemerintah. Menurut Din, NU dan pemerintah menentuan awal
bulan tak hanya pada ijtima’ namun juga harus memenuhi syarat
imkanurrukyah, di mana posisi matahari terbenam lebih dari 2 derajat.
“Karena
waktu matahari terbenam setengah derajat, maka kemungkinan akan
menambah 1 hari. Maka baru shalat tarawih perdananya 28 Juni,” ucap Din.
Din
berharap, melalui teknologi, perbedaan penentuan awal bulan akan
teratasi. Sebab setelah melalui berbagai landasan dalil belum juga ada
titik temu, teknologi adalah satu-satunya alasan yang dinilai dapat
menyatukan perbedaan itu.
“Saya kira penentuan ini
bertanggungjawab, ada perhitungan ilmiahnya. Saya termasuk yang berdamba
sekali ada persamaan,” tutup Din. (dakwatuna/hdn)
Sumber:
http://www.dakwatuna.com/2014/04/29/50532/muhammadiyah-awal-ramadhan-1435-h-jatuh-pada-tanggal-27-juni-2014-m/#ixzz32pDINBEA
Sementara menurut Hasil Hisab Lajnah Falakiyah Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok
Pesantren Kedunglo Kota Kediri Jawa Timur yang di unggah oleh http://ahlinyabusanamuslim.blogspot.com menyatakan bahwa :
Awal Puasa Ramadhan 1435 H / 2014 M di Indonesia diperkirakan akan
dimulai pada Hari Ahad, 29 Juni 2014 dan Hari Raya Idul Fitri 1435 H /
2014 M akan dilaksanakan pada Hari Senin, 28 Juli 2014. Dengan demikian
puasa Ramadhan tahun ini dilaksanakan selama 29 hari.
Hal ini didasarkan pada hasil perhitungan sebagai berikut: *)
Awal Ramadhan 1435 H
- Ijtimak akhir bulan Sya'ban : Jumat, 27 Juni 2014 jam 15.11 WIB
- Tinggi Hilal malam Sabtu : 0,50 derajat di atas ufuk
- Tinggi Hilal malam Ahad : 11,21 derajat di atas ufuk
- Awal Ramadhan 1435 H : Ahad, 29 Juni 2014
Awal Syawal 1435 H
- Ijtimak akhir bulan Ramadhan : Ahad, 17 Juli 2014 jam 05.42 WIB
- Tinggi Hilal malam Senin : 3,55 derajat di atas ufuk
- Awal Syawal 1435 H : Senin, 28 Juli 2014
dari perbedaan tersebut
masih ada lagi pengumuman dari pemerintah yang melakukan sidang itsbat. biarlah yang menentukan permulaan itu yang lebih mumpuni dan memang berkompeten dengan bidangnya tersebut untuk menentukan yang terpenting bagi kita adalah persiapkan dengan matang untuk mennyambutnya agar bulan ramdahan ini tidak sia-sia.
Ketidaksiapan yang Berbuah Pahit
Imam Abu Bakr Az Zur’i
rahimahullah memaparkan dua perkara
yang wajib kita waspadai. Salah satunya adalah [اَلتَّهَاوُنُ
بِالْأَمْرِ إِذَا حَضَرَ وَقْتُهُ], yaitu kewajiban telah datang tetapi
kita tidak siap untuk menjalankannya. Ketidaksiapan tersebut salah satu
bentuk meremehkan perintah. Akibatnya pun sangat besar, yaitu kelemahan
untuk menjalankan kewajiban tersebut dan terhalang dari ridha-Nya. Kedua
dampak tersebut merupakan hukuman atas ketidaksiapan dalam menjalankan
kewajiban yang telah nampak di depan mata.
[1]
Abu Bakr Az Zur’i menyitir firman Allah
ta’ala berikut,
فَإِنْ رَجَعَكَ اللَّهُ إِلَى طَائِفَةٍ
مِنْهُمْ فَاسْتَأْذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ
أَبَدًا وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ عَدُوًّا إِنَّكُمْ رَضِيتُمْ
بِالْقُعُودِ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَاقْعُدُوا مَعَ الْخَالِفِينَ (٨٣)
“Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari
mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi
berperang), Maka katakanlah: “Kamu tidak boleh keluar bersamaku
selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya
kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. karena itu
duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang.” (At Taubah: 83).
Renungilah ayat di atas baik-baik! Ketahuilah, Allah
ta’ala
tidak menyukai keberangkatan mereka dan Dia lemahkan mereka, karena
tidak ada persiapan dan niat mereka yang tidak lurus lagi. Namun, bila
seorang bersiap untuk menunaikan suatu amal dan ia bangkit menghadap
Allah dengan kerelaan hati, maka Allah terlalu mulia untuk menolak hamba
yang datang menghadap-Nya. Berhati-hatilah dari mengalami nasib menjadi
orang yang tidak layak menjalankan perintah Allah
ta’ala yang
penuh berkah. Seringnya kita mengikuti hawa nafsu, akan menyebabkan kita
tertimpa hukuman berupa tertutupnya hati dari hidayah.
Allah
ta’ala berfirman,
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ
وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ
فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ (١١٠)
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka
seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada
permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya
yang sangat.” (Al An’am: 110).
Persiapkan Amal Shalih dalam Menyambut Ramadhan
Bila kita menginginkan kebebasan dari neraka di bulan Ramadhan dan
ingin diterima amalnya serta dihapus segala dosanya, maka harus ada
bekal yang dipersiapkan.
Allah
ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ لأعَدُّوا
لَهُ عُدَّةً وَلَكِنْ كَرِهَ اللَّهُ انْبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ
وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ (٤٦)
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan
persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai
keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan
dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang
tinggal itu.” (At Taubah: 46).
Harus ada persiapan! Dengan demikian, tersingkaplah ketidakjujuran
orang-orang yang tidak mempersiapkan bekal untuk berangkat menyambut
Ramadhan. Oleh sebab itu, dalam ayat di atas mereka dihukum dengan
berbagai bentuk kelemahan dan kehinaan disebabkan keengganan mereka
untuk melakukan
persiapan.
Sebagai persiapan menyambut Ramadhan, Rasulullah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. ‘Aisyah
radhiallahu ‘anhu berkata,
وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ
أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Saya sama sekali belum pernah melihat rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berpuasa dalam satu bulan sebanyak puasa yang beliau
lakukan di bulan Sya’ban, di dalamnya beliau berpuasa sebulan penuh.” Dalam riwayat lain,
“Beliau berpuasa di bulan Sya’ban, kecuali sedikit hari.”[2]
Beliau tidak terlihat lebih banyak berpuasa di satu bulan melebihi
puasanya di bulan Sya’ban, dan beliau tidak menyempurnakan puasa sebulan
penuh kecuali di bulan Ramadhan.
Generasi emas umat ini, generasi salafush shalih, meeka selalu
mempersiapkan diri menyambut Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Sebagian
ulama salaf mengatakan,
كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ
أَنْ يُبَلِّغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ
أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ
”Mereka (para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai bulan Ramadlan.”[3]
Tindakan mereka ini merupakan perwujudan kerinduan akan datangnya
bulan Ramadhan, permohonan dan bentuk ketawakkalan mereka kepada-Nya.
Tentunya, mereka tidak hanya berdo’a, namun persiapan menyambut Ramadhan
mereka iringi dengan berbagai amal ibadah.
Abu Bakr al Warraq al Balkhi
rahimahullah mengatakan,
شهر رجب شهر للزرع و شعبان شهر السقي للزرع و رمضان شهر حصاد الزرع
“Rajab adalah bulan untuk menanam, Sya’ban adalah bulan untuk mengairi dan Ramadhan adalah bulan untuk memanen.”[4]
Sebagian ulama yang lain mengatakan,
السنة مثل الشجرة و شهر رجب أيام توريقها و
شعبان أيام تفريعها و رمضان أيام قطفها و المؤمنون قطافها جدير بمن سود
صحيفته بالذنوب أن يبيضها بالتوبة في هذا الشهر و بمن ضيع عمره في البطالة
أن يغتنم فيه ما بقي من العمر
“Waktu setahun itu laksana sebuah pohon. Bulan Rajab adalah waktu
menumbuhkan daun, Syaban adalah waktu untuk menumbuhkan dahan, dan
Ramadhan adalah bulan memanen, pemanennya adalah kaum mukminin. (Oleh
karena itu), mereka yang “menghitamkan” catatan amal mereka hendaklah
bergegas “memutihkannya” dengan taubat di bulan-bulan ini, sedang mereka
yang telah menyia-nyiakan umurnya dalam kelalaian, hendaklah
memanfaatkan sisa umur sebaik-baiknya (dengan mengerjakan ketaatan) di
waktu tesebut.”[5]
Wahai kaum muslimin, agar buah bisa dipetik di bulan Ramadhan, harus
ada benih yang disemai, dan ia harus diairi sampai menghasilkan buah
yang rimbun. Puasa, qiyamullail, bersedekah, dan berbagai amal shalih di
bulan Rajab dan Sya’ban, semua itu untuk menanam amal shalih di bulan
Rajab dan diairi di bulan Sya’ban. Tujuannya agar kita bisa memanen
kelezatan puasa dan beramal shalih di bulan Ramadhan, karena lezatnya
Ramadhan hanya bisa dirasakan dengan kesabaran, perjuangan, dan tidak
datang begitu saja. Hari-hari Ramadhan tidaklah banyak, perjalanan
hari-hari itu begitu cepat. Oleh sebab itu, harus ada persiapan yang
sebaik-baiknya.
Jangan Lupa, Perbarui Taubat!
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُون
“Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat.”[6]
Taubat menunjukkan tanda totalitas seorang dalam menghadapi Ramadhan.
Dia ingin memasuki Ramadhan tanpa adanya sekat-sekat penghalang yang
akan memperkeruh perjalanan selama mengarungi Ramadhan.
Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk bertaubat, karena taubat wajib dilakukan setiap saat. Allah
ta’ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٣١)
“Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An Nuur: 31).
Taubat yang dibutuhkan bukanlah seperti taubat yang sering kita
kerjakan. Kita bertaubat, lidah kita mengucapkan, “Saya memohon ampun
kepada Allah”, akan tetapi hati kita lalai, akan tetapi setelah ucapan
tersebut, dosa itu kembali terulang. Namun, yang dibutuhkan adalah
totalitas dan kejujuran taubat.
Jangan pula taubat tersebut hanya dilakukan di bulan Ramadhan
sementara di luar Ramadhan kemaksiatan kembali digalakkan. Ingat!
Ramadhan merupakan momentum ketaatan sekaligus madrasah untuk
membiasakan diri beramal shalih sehingga jiwa terdidik untuk
melaksanakan ketaatan-ketaatan di sebelas bulan lainnya.
Wahai kaum muslimin, mari kita persiapkan diri kita dengan
memperbanyak amal shalih di dua bulan ini, Rajab dan Sya’ban, sebagai
modal awal untuk mengarungi bulan Ramadhan yang akan datang sebentar
lagi.
Ya Allah mudahkanlah dan bimbinglah kami. Amin.
Waffaqaniyallahu wa iyyakum.
m
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terimakasih telah berkunjung