Minggu, 05 September 2010

fidyah bagi ibu hamil dan menyusui

Fidyah adalah memberikan makan kepada orang miskin, karena tidak mengerjakan puasa disebabkan ada alasan-alasan syar’i. Allah SWT berfirman:

“…Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (Qs. al-Baqarah [2]: 184).

Berdasarkan ayat di atas, orang-orang yang tidak mampu mengerjakan puasa maka ia wajib membayar fidyah yang diberikan kepada orang miskin.

Siapa yang wajib membayar fidyah?

Orang yang terkategori orang yang tidak mampu yaitu ;

(1) orang hamil,

(2) orang yang sedang menyusui,

(3) orang yang sudah sangat tua.

Mereka diberi keringanan (rukhshah) untuk tidak melaksanakan ibadah puasa dengan kompensasi membayar fidyah. Ini didasarkan pada firman Allah SWT:

“…Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (Qs. al-Baqarah [2]: 184).

Ibn ‘Abbas berkata, “Ayat ini walaupun dimansukhkan, namun hukumnya tetap untuk orang yang sangat tua, lelaki atau perempuan, yang tidak mampu berpuasa, maka ia harus memberi makan seorang miskin setiap harinya.” [HR. Bukhâri].

Diriwayatkan dari ‘Ikrimah bahwa Ibn ‘Abbas berkata:

“Ayat tersebut diberlakukan bagi wanita hamil dan yang sedang menyusui.”

Termasuk golongan yang tidak mampu berpuasa adalah orang yang memiliki sakit yang sangat akut, menahun, dan tidak bisa diharapkan sembuh.

Diriwayatkan oleh Ibn Hazm dari Hammad Ibn Salah dari Ayub dari Nafi’ bahwa seorang perempuan Quraisy yang sedang hamil bertanya kepada Ibn Umar, tentang hal puasanya. Ibn Umar menjawab,

“Berbukalah dan berilah makan seorang miskin setiap harinya, dan tidak usah mengqadha’nya.”

Berapa yang dibayarkan?

Fidyah adalah memberikan makanan kepada fakir miskin setiap hari, dengan takaran sebanyak 1 mud. Mud adalah ukuran takaran (bukan berat) yang setara dengan takaran 544 gram gandum (al-qamhu). (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilafah, hal. 62). Menurut jumhur ulama, fidyah dibayarkan dalam bentuk makanan pokok yang dominan pada suatu negeri (ghaalibu quut a-balad). (Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, II/687). Jadi untuk Indonesia, fidyah dibayarkan dalam bentuk beras, yang takarannya satu mud. Untuk hati-hati, berikan dalam berat 1 kg beras.

Ketentuan ini berdasarkan sebuah riwayat dari Ibn ‘Abbas, “Barangsiapa telah sangat tua yang tidak sanggup berpuasa Ramadhan, maka ia memberi fidyah sehari sebanyak 1 mud gandum.” [HR. Bukhâri]. Riwayat senada dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqi dari shahabat Ibn Umar.

Jika tidak berpuasa sehari, membayar fidyah satu mud. Jika dua hari, fidyahnya dua mud, dan seterusnya. Dalam kitab Al-Muhadzdzab I/178, Imam Asy-Syirazi meriwayatkan perkataan Ibnu Abbas RA, “Barangsiapa yang menjadi orang tua renta lalu dia tidak mampu berpuasa Ramadhan, maka wajiblah untuk setiap-tiap hari [dia tidak berpuasa] satu mud gandum.”(Farid Ma’ruf; www.syariahpublications.com)

perlu di ingat : dengan adanya syariat fidyah lalu dengan mudahnya mengganti amal ibadahnya dengan fidyah padahal masih mampu untuk mengerjakan puasa, fidyah dikhususkan bagi mereka yang jika berpuasa dapat membahayakan diri dan bayi/janin serta orang tua yang renta. sebab kebanyakan dimasyarakat kita banyak menjadikan fidyah untuk hutang puasa atau sholat yang di tingalkan pada oleh simayit padahal ahliwarisnya ada dan mampu untuk membayar hutang tersebut dengan perbuatan. Allahu 'alam bisshowab.

1 komentar:

  1. afwan, bagaimana orang tua tapi miskin tdk mampu membayar fidyah ?

    BalasHapus

terimakasih telah berkunjung